MEDIA INFORMASI PENYULUHAN KAB. MUSIRAWAS

Tekhnologi


Pembenaman Jerami Kurangi Dosis Penggunaan Pupuk NPK Hingga 50 Persen

Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menghasilkan penelitian terkait dengan pupuk organik dan hayati, diantaranya pengelolaan jerami untuk mengurangi dosis pupuk pada padi sawah dan telah diverifikasi di lapangan yaitu di Kab Cianjur, Kab Karawang, dan Kab Indramayu. 
Hasil verifikasi menunjukkan bahwa pembenaman jerami dan aplikasi decomposer serta pupuk hayati menghasilkan produktivitas yang sama atau lebih tinggi dibandingkan aplikasi pupuk NPK dosis penuh tanpa pembenaman jerami.
Penggunaan jerami dapat mengurangi dosis penggunaan pupuk buatan (Nitrogen Pospor Kalium atau NPK) pada padi sawah, telah diteliti empat peneliti IPB yakni Sugiyanta, Purwono, Dwi Guntoro dan Anas D. Susila. Hasil penelitian mereka menunjukkan selama tiga musim tanaman pembenaman jerami ditambah setengah dosis pupuk NPK buatan dan aplikasi decomposer atau pupuk hayati secara umum menghasilkan residu dan serapan N, P, dan K sama atau lebih tinggi dibandingkan bila hanya diberi pupuk buatan saja.
“Di samping itu juga menghasilkan pertumbuhan dan hasil sama dengan pemberian pupuk buatan dosis rekomendasi yang terdiri dari 250 kilogram urea, 100 kilogram SP-36, dan 100 kilogram Kalium Klorida (KCK),” jelas Sugiyanta salah satu peneliti asal IPB saat ditemui dalam seminar pupuk di Jakarta.
Teknik pemupukan ini menghasilkan jumlah anakan produktif padi sawah yang tidak berbeda dengan penggunaan dosis NPK penuh sesuai rekomendasi. Teknik pemupukan ini mampu menghilangkan efek imobilisasi (ketidakmampuan untuk berpindah) unsur hara dan kebutuhan hara tanaman masih dapat terpenuhi. Demikian pula tingkat produktivitasnya pun tidak jauh berbeda.
Penggunaan 50 persen NPK dengan pembenahan jerami menghasilkan gabah basah dan kering yang sama per hektarnya dengan pemberian NPK penuh. “Dengan demikian jerami dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan menggantikan sebagian unsur hara pupuk sehingga pupuk NPK pada padi sawah dapat direduksi,” imbuh Sugiyanta.
(dikutip dari www.sinartani.co.id edisi 30 Maret 2011)